Sumedang, persissumedang.id – PD. Pemuda Persis Sumedang sukses menggelar acara talkshow kebudayaan bertajuk Ngaderes Budaya pada hari Ahad (20/3) di Markaz Dakwah Persis Sumedang.
Acara talkshow kebudayaan ini mengangkat tema Adu Manis Agama jeung Budaya dan dikonsep sedemikian rupa oleh panitia agar memiliki kesan adat Sunda.
Acara Ngaderes Budaya dimulai pada pukul 14.30 WIB. Diawali dengan sejumlah penampilan bakat yakni dari mahasantri Ma’had Aly Al-Asma, tasykil PD. Persis Sumedang, seniman Tarawangsa dari Rancakalong, dan perguruan pencak silat Rajawali Domas Sumedang.
Luthfi M. Ihsan selaku Ketua Pelaksana Ngaderes Budaya dalam sambutannya menerangkan bahwa latar belakang digelarnya acara Ngaderes Budaya ialah untuk membuka wawasan para peserta mengenai cakupan kebudayaan yang luas.
Acara Ngaderes Budaya secara resmi dibuka oleh Ketua PD. Pemuda Persis Sumedang, Firman B. Nugraha. Dalam sambutannya, ia menekankan pentingnya jamaah Persis wabil khusus Pemuda Persis memahami makna dan substansi dari kebudayaan. Menurutnya, jangan sampai muncul penafsiran bahwa segala bentuk kebudayaan akan menjerumuskan pada kesyirikan.
Acara ini menghadirkan sejumlah panyatur (narasumber) terkemuka dan kompeten di bidang masing-masing yaitu Agus Tuptup selaku Ketua Harian Dewan Kebudayaan Sumedang, Moch. Budi Akbar selaku Kepala Bidang Kebudayaan di Disparbudpora Sumedang, dan Ustaz Tiar Anwar Bachtiar selaku sejarawan, budayawan, juga Ketua HMK PP. Persis.

Agus Tuptup selaku narasumber pertama menerangkan tentang perbedaan mendasar antara budaya dan agama. “Ari budaya mah buatan jalmi, ari agama mah ilahiyah.”, kata Agus Tuptup.
Kendati budaya dan agama adalah entitas yang berbeda. Namun, Agus menekankan, adanya perbedaan itu bukan untuk dibenturkan antara satu dengan yang lainnya.
Pada kesempatan itu, Agus juga menerangkan kepada peserta Ngaderes Budaya bahwa telah terjadi gejala krisis kepemimpinan di kalangan masyarakat Sunda.
Menurutnya, nilai junun jucung yang seharusnya dimiliki orang-orang Sunda sudah tidak tampak lagi. Agus berharap agar para nonoman (kaum muda) dapat berpartisipasi membangkitkan nilai kearifan lokal tersebut pada masa kini dan yang akan datang.
Penyampaian materi dari narasumber kedua tak kalah menarik juga. Budi Akbar selaku Kepala Bidang Kebudayaan di Disparbudpora Sumedang, menegaskan bahwa sesungguhnya setiap budaya pasti mengandung kebaikan. Ia menuturkan, posisi budaya sebagai pendamping agama dalam mengarahkan manusia.
“Budaya itu hasil cipta, karsa, karya manusia yang didapat dengan belajar. Jadi kebudayaan mah pasti hal-hal positif. Pasti ngarahkeun jalmi mendampingi agama untuk melakukan hal-hal baik”, ungkap Budi.
Ia menegaskan kembali bahwa tidak ada barang satu budaya pun yang mengajarkan manusia tentang keburukan. Sehingga, tidaklah pantas jika ada sebagian orang yang mengidentikkan budaya dengan kebiasaan masyarakat yang buruk.
Materi terakhir disampaikan oleh Ustaz Tiar Anwar Bachtiar. Ia menyatakan bahwa diskursus tentang kebudayaan bukan hanya sekadar soal kesenian. Melainkan menyangkut dengan kehidupan manusia sehari-hari.
Ustaz Tiar menjelaskan bahwa terdapat jenjang-jenjang yang dimiliki kebudayaan tetapi sering tidak disadari oleh para pemangku kebijakan maupun cendekiawan.
“Aya kabudayaan nu dipraktekkeun keur masyarakat awam. Aya kabudayaan anu jero dipraktekkeun masyarakat anu khusus.”, kata Ustaz Tiar.
Sekaitannya dengan benturan antara agama dan budaya. Menurut Ustaz Tiar hal itu disebabkan karena keduanya memiliki value (nilai) sementara kebanyakan orang tidak memahami cara kerja dari dua entitas tersebut. Oleh karena itu, ia menerangkan bagaimana peran agama Islam sebagai agama dalam melihat dan menyaring kebudayaan.
“Dina ieu perkara, Islam teh bakal ningali heula kana budaya teh. Lamun nilai na kira-kira cocok jeung agama bakal dikukuhkan. Tah anu ieu pertahankeun. Tapi, lamun aya nilai-nilai nu kira-kira papait jeung agama, singkirkeun.”, tutur Ustaz Tiar.
Ustaz Tiar menegaskan bahwa Islam tidak memberikan ruang sedikit pun bagi kebudayaan yang mengandung kemusyrikan. Setiap kebudayaan yang mengandung unsur untuk menyembah sesembahan selain dari Allah secara otomatis akan ditolak oleh Islam.
Pasca penyampaian materi, sesi sawala (diskusi) antara peserta dengan narasumber berlangsung selama hampir 30 menit. Setelah itu, acara Ngaderes Budaya diakhiri dengan dibacakannya notula diskusi juga penyerahan cenderamata berupa produk-produk UMKM buah tangan Pemuda Persis Sumedang kepada ketiga narasumber.
Untuk diketahui, acara Ngaderes Budaya yang diselenggarakan Pemuda Persis Sumedang akan dilaksanakan secara rutin dan intens oleh Bidang Pendidikan agar diperoleh pemahaman yang komprehensif mengenai kebudayaan.
Laporan Kontributor: Naufal Al-Zahra (Panumbu Catur Ngaderes Budaya)