Makna Moderasi Menurut Yusuf Qardhawi

0
209

Oleh: Dudung Abdul Rohman
Wakil Ketua II PD Persis Sumedang

Moderasi adalah sikap dan praktek beragama yang wasathiyah, artinya adil, seimbang dan pertengahan. Menurut Ulama kontemporer abad-21, Yusuf Qardhawi (1995) bahwa jika dirinci makna al-wasathiyah atau moderasi dalam pandangan Islam menjadi beberapa pengertian, yaitu: Pertama, Al-Wasthiyah bermakna adil. Kata Yusuf Qardhawi, bahwa adil pada hakikatnya adalah pertengahan antara dua sisi yang berlawanan, atau dua sisi yang bertentangan dengan tidak cenderung pada salah satunya. Adil pun dapat dipahami muwazanah (perbandingan) antara sisi-sisi dengan memberi masing-masing haknya tanpa dikurangi atau dilebihkan. Jadi al-wasthu berarti adil dan seimbang, atau dengan kata lain ta’adul dan tawazun dengan tidak condong pada sikap melebihkan atau mengurangi.

Kedua, Al-Wasthiyah bermakna istiqamah. Artinya lurus jauh dari kecenderungan dan penyimpangan. Istiqamah maksudnya jalan lurus yang terletak di antara jalan-jalan berkelok menuju arah pada bagian-bagian tertentu.  Sebagai konsekwensi dari umat pertengahan yang menempuh jalan lurus di antara jalan-jalan yang berkelok (ideologi-ideologi yang sesat), maka umat ini dituntut menjadi penengah di antara umat-umat yang menuju jalan tidak lurus. Karena itu jalan yang lurus disebut shirathal mustaqim, yaitu jalan yang tegak lurus di antara jalan yang dimurkai (al-maghdhub) dan jalan yang sesat (al-zhalliin). Islam mengajarkan agar menghindari eksterimitas dari kedua kelompok ini dan hendaknya senantiasa beriltizam (berpegangteguh) dengan manhaj (jalan) moderat yang merupakan jalan titian orang-orang yang diridhai dan diberi ni’mat oleh Allah dari golongan para nabi, orang-orang yang jujur, para syuhada, dan orang-orang shaleh.

Ketiga, Al-Wasthiyah adalah bukti kebaikan. Yang namanya tawashut (moderat) selamanya lebih baik daripada ekstremitas. Dalam pepatah Arab dikatakan, “Sebaik-baik perkara adalah yang pertengahan”. Aristoteles mengungkapkan, “Keutamaan adalah pertengahan di antara dua kejelekan”. Ibnu Katsir menafsirkan ummatan wasathan dengan umat yang terpilih dan terbaik. Dalam ungkapan Arab dikatakan, “Suku Quraisy adalah suku pertengahan orang Arab dari segi nasab dan tempat tinggal, yakni merupakan suku terbaik di antara mereka; Rasulullah saw adalah orang yang berada di tengah-tengah (wasathan) kaumnya, artinya yang termulia di antara mereka dari segi nasab dan keturunan; dalam Alquran terdapat kata-kata al-shalatul wustha, yakni shalat yang paling utama”.

Keempat, Al-Wasthiyah mencerminkan keamanan. Daerah-daerah pinggiran biasanya senantiasa terancam oleh marabahaya dan mudah dilanda kerusakan. Berbeda dengan kawasan pertengahan, daerah ini terjaga dan terpelihara dengan apa yang di sekelilingnya. Demikian pula dengan sistem moderat dengan umat yang moderat pula, akan senantiasa mendapatkan keamanan dan ketentraman.

Kelima, Al-Wasthiyah adalah bukti kekuatan. Daerah tengah dapat dikatakan maskas (pusat) kekuatan. Misalnya pemuda merupakan fase kekuatan karena berada di antara fase kelemahan masa kanak-kanak dan masa tua. Juga matahari di tengah hari lebih kuat sinarnya daripada ketika di ufuk (pag) dan senja (sore) hari.

Keenam, Al-Wasthiyah adalah pusat kesatuan. Daerah pertengahan akan menjadi titik pusat. Ini akan tampak jelas dalam berbagai aspek, baik material, pemikiran, maupun mentalitas. Pemikiran moderat mungkin akan bertemu dengan pemikiran-pemikiran primordial dan marjinal, yakni pada titik tawazun dan keseimbangan. Tawasuth atau keseimbangan adalah jalan menuju kesatuan fikrah (pemikiran) serta pusat dan sumbernya. Karena itu sekte-sekte pemikiran ekstremitas suka mendatangkan perpecahan, dan ini tidak akan terjadi pada sistem pemikiran yang seimbang (moderat).

Akhirnya Yusuf Qardhawi menyimpulkan, bahwa moderasi dalam perspektif Islam adalah sebuah pandangan atau sikap yang selalu berusaha mengambil posisi tengah dari dua sikap yang berseberangan dan berlebihan sehingga tidak mendominasi dalam pikiran dan sikap seseorang. Maka seorang Muslim moderat adalah Muslim yang memberi setiap nilai atau aspek yang berseberangan bagian tertentu tidak lebih dari porsi yang semestinya.

Penulis bersama Dr. Tiar Anwar Bachtiar dan Ketua PD. Pemuda Persis 2019-2022 dalam Seminar Moderasi Beragama

Dalam realitas kehidupan nyata, demikian tambah Qardhawi, manusia tidak dapat menghindarkan diri dari perkara-perkara yang berseberangan. Karena itu al-Wasathiyyah Islamiyyah mengapresiasi unsur rabbaniyyah (ketuhanan) dan Insaniyyah (kemanusiaan); mengkombinasi antara Maddiyyah (materialisme) dan ruhiyyah (spiritualisme); menggabungkan antara wahyu (revelation) dan akal {reason); jugaantara maslahah ammah (al-jamaaiyyah) dan maslahah individu (al-fardiyyah). Maka dalam pandangan Islam, dengan sikap moderasi tersebut semuanya terakomodir dan tidak ada satu unsur pun yang dirugikan.

Wallahu A’lam Bish-Shawaab.

Disarikan dari BukuYusuf Qardhawi, 1995, Al-Khashshas Al-‘Ammah lil-Islam, (Karakteristik Islam, terj.), Surabaya: Risalah Gusti.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here