Ma’had Aly Al-Asma Selenggarakan Daurah Bersama Syaikh dari Qatar

Sumedang – persissumedang.id, Qatar tak hentinya membuat decak kagum. Baru saja sukses menggelar perhelatan akbar Piala Dunia dengan biaya yang fantastis, mencapai lebih dari Rp3.140 triliun, tertinggi dalam sejarah persepakbolaan dunia, hari ini saya dibuat terpesona dengan uraian tentang bagaimana negara yang cuma berpenduduk sekitar tiga juta ini mengelola wakafnya.

Prof. Dr. Muhammad Mahmud al-Jamal, Pakar Maqasid Syariah dari Universitas Hamad bin Khalifah di  Qatar, mengatakan saat ini Qatar mengelola wakaf dengan nilai sekitar US$2 miliar, setara dengan 31 triliun rupiah. Nilai yang luar biasa. Kalau dibuat bangunan kira-kira setara dengan 253.000 ruang kelas ukuran 8×9 m2,  atau 182.000 masjid ukuran 100m2, atau pembuatan jalan aspal sepanjang 182 km, atau pembuatan sekitar 7 juta sumur bor.

Pada pengajian umum yang diadakan oleh Mahad Aly Al-asma di Markaz Dakwah P.D. Persis Kabupaten Sumedang (21/12/2022), Prof. Jamal menyampaikan bahwa di Qatar wakaf ini sangat dijaga dan disebarkan tak hanya di dalam negri tapi juga hingga ke luar negeri, termasuk ke Indonesia. Dia menjelaskan bahwa pengelolaan investasi wakaf dilakukan melalui sebuah lembaga khusus di bawah semacam Kementerian Agama kalau di Indonesia. Hebatnya lagi, katanya, para pekerja pengelola wakaf ini digaji oleh negara, bukan dana yang diambil dari wakaf. Menurut dia, suksesnya wakaf di Mesir dan di Qatar dikarenakan negara hadir, baik melalui undang-undang yang mengatur tentang wakaf maupun dalam pengelolaannya.

Prof. Jamal menjelaskan bahwa yang paling penting dari wakaf adalah kemaslahatannya bagi umat. Jika dibandingkan dengan infak, wakaf mempunyai kelebihan. Infak memiliki jangka waktu pendek karena akan habis dalam satu kali pakai, sedangkan kemanfaatan wakaf lebih berlangsung lama bahkan selamanya. 

“Jika saya menginfakkan satu juta dollar, maka uang itu akan habis dalam sekejap. Tapi ketika saya mewakafkannya, maka manfaat dari uang satu juta itu akan jauh lebih besar karena akan dirasakan secara kontinyu.”

Menurutnya, wakaf harus kreatif, tak selalu dalam bentuk bangunan. Dia memberikan contoh seorang ibu yang mewakafkan wajan raksasa untuk memasak makanan gratis  bagi yang memerlukan. “Kita tidak harus kaya dulu untuk bisa berwakaf. Kita bisa memberikan wakaf sesuai kemampuan kita. Jika kita tidak bisa memberikan wakaf dalam bentuk materi, kita bisa memberikannya dalam bentuk pengetahuan atau keahlian yang kita miliki,” paparnya.

Dalam peradaban Islam, wakaf memegang peranan sangat penting. Banyak sekali contoh wakaf yang hingga saat ini masih sangat produktif dan bermanfaat bagi masyarakat. Sayangnya di Indonesia wakaf masih berkutat pada hal penyediaan tanah makam, serta pembangunan masjid dan madrasah, sementara di negara lain wakaf sudah menjadi infrastruktur produktif yang keuntungannya diberikan ke ranah sosial. 

Contoh wakaf produktif a.l. pembangunan jalur kereta api Hejjaz yang menghubungkan Turki ke Arab Saudi di masa Ustmani. Kereta tersebut memangkas waktu perjalanan untuk berhaji yang tadinya tiga bulan menjadi satu bulan. Wakaf produktif juga digunakan untuk jaminan kesehatan, pendidikan, sosial, hingga pemberdayaan usaha masyarakat.

Universitas al-Azhar di Mesir adalah contoh lain bentuk wakaf umat. Kampus yang berdiri pada 970M itu mampu memberikan pendidikan gratis kepada banyak orang dari seluruh penjuru dunia, mulai tingkat pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi. Pengelolaan Masjid al-Azhar sekarang berada di bawah Kementerian Wakaf Mesir.

Sesungguhnya wakaf ditujukan untuk kepentingan manusia, Namun, menurut Prof. Jamal, di Mesir bahkan diwakafkan sebuah Menara yang khusus untuk burung. Setiap hari disimpan makanan di atasnya supaya burung-burung tak harus turun ke tanah untuk mencari makan. Masya Allah.

Dua negara ini, Qatar dan Mesir, patut dijadikan model dalam pengelolaan wakaf. Belajar dari kedua negara tersebut, kita bisa mengambil kesimpulan bahwa pengelolaan wakaf yang baik seharusnya melibatkan negara, karena tanggungjawab akan kesejahteraan rakyat ada pada negara. Negara hadir dalam memanfaatkan wakaf untuk kepentingan umum.

Bagaimana dengan Indonesia?

Korespondsi: Sumijati Tatat

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *