Literasi Tuan Hassan: Sang Kyai Kader

Oleh: Agus S. Saefullah, M.Pd.
Sekretaris PD. Pemuda Persis Kab. Sumedang

A. Hasan merupakan guru besar Persatuan Islam, yang berkebangsaan Tamil-India yang tinggal lama di Bandung Jawa Barat dan Bangil Jawa Timur. Tokoh agama yang juga sahabat dari H.O.S Tjokroaminoto ini masuk ke organisasi Persis pada tahun 1926, tiga tahun setelah organisasi ini didirikan oleh Muhammad Yunus dan Muhammad Zamzam. Dengan kahadiran A. Hasan Persis yang tadinya hanya sekumpul orang yang melakukan kajian agama di sebuah rumah berkembang menjadi organisasi masa islam yang pemikiran-pemikirannya banyak menjadi sorotan dan diperhitungkan.

A. Hasan merupakan sosok yang sederhana dan kharismatik. tidak heran karena ini semua ada pada dirinya disebabkan karena sejak kecil A. Hasan adalah pribadi yang cukup ulet dalam belajar. A. Hassan dididik untuk menjadi pribadi yang mandiri dan mencintai ilmu pengetahuan. Ketika usianya menginjak tujuh tahun, A. Hasan kecil menerima pengajaran agama yang lebih intens dari kedua orang tuanya. Belajar tadarus al-Qur’an kepada seorang ustadzah selama dua tahun dan mengikuti pendidikan dasar di Sekolah Melayu yang memakai tiga bahasa, Melayu, Tamil, dan Inggris. Namun, tidak sampai tamat karena harus ikut bekerja di toko milik Sulaiman suadara iparnya.

Ketika usianya beranjak dewasa A. Hasan tinggal di Bandung untuk mencari penghidupan dengan belajar dan bekerja sebagai karyawan tekstil. Namun, dirinya malah lebih banyak terlibat aktif dalam dunia pergerakan islam dan kebangsaan. Ulama Persis yang gemar menulis ini memang tidak berhubungan langsung dengan kancah perjuangan kemerdekaan Indonesia. Namun, perannya sebagai guru tidak bisa dianggap sebelah mata, karena berhasil mengkader pemuda-pemuda yang tampil dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan. Diantaranya adalah Mohammad Natsir, yang menjadi pimpinan Partai Maysumi, Menteri Penerangan masa pemerintahan revolusi, dan Perdana Menteri pada masa Pemerintahan Presiden Soekarno.

Selain Mohammad Natsir, murid A. Hasan yang cukup berperan yaitu Isa Anshary. Isa Anshary adalah Ketua Umum Persis pada tahun 1948-1960 dan pernah duduk sebagai majelis konstituante dari fraksi masyumi. Pada masa pendudukan Jepang, Isa Anshary masuk ke dalam Laskar Hizbullah di bawah pimpinan Husinsyah dan menjadi pemimpin pergerkan Gerakan Anti Fascis (Geraff) yang berjuang gigih menentang penjajah jepang. Karena dianggap radikal, Isa Anshary ditangkap dan dipenjara oleh Kenpetai-Jepang. Isa Anshary dipenjara bersebelahan dengan Kyai Zaenal Mustofa, pimpinan Pesantren Singaparna yang juga gigih melawan penjajah Jepang.

Selain kedua murid utama di atas, Soekarno juga merupakan murid A. Hasan dalam hal keagamaan. A. Hasan bertemu Soekarno saat sering mengunjungi pabrik percetakan karena sama-sama memiliki surat kabar. Karena kerap berinteraksi Soekarno merasa tertarik dengan ilmu agama yang dimiliki A. Hasan. Meskipun tidak berguru secara intens, A. Hassan rupanya cukup istimewa dalam pandangan Soekarno, terbukti dengan korespondensi A. Hasan dengan Soekarno saat Presiden Pertama ini dibuang ke Endeh oleh Penjajah Belanda.

A. Hasan dikenal sebagai sosok yang pandai berdebat. Pada beberapa kesempatan A. Hasan terlibat dalam perdebatan yang diselenggarakan secara resmi dan terbuka dengan tokoh Atheis, Kristen, Ahmadiyah bahkan dengan tokoh-tokoh Islam dan politik seperti Soekarno, Kyai Wahab Chasbulloh, Adjengan Sukamiskin,  Hamka, dan lain-lain. Namun yang paling penting untuk dicatat dalam perdebatan yang dilakukan A. Hasan dan tokoh-tokoh besar pada waktu itu adalah mengenai adab yang selalu dikedepankan. Mesikipun berbeda pendapat dengan seorang tokoh A. Hasan hanya berpolemik tentang pemikiran sementara dengan orangnya A. Hasan selalu menjaga ukhuwah Islamiyah. Istilah yang diangkat dalam keteladanan A. Hasan ini yaitu “pendapat yang bersilang, hati yang bertaut.”

Selain itu salah satu kepribdaian yang mengagumkan dari sosok A. Hasan adalah mengenai kejujurannya. Pada tahun 1956 A. Hasan berangkat ibadah haji bersama Isa Anshary, E. Abdurrahman, Tamar Djaja dan yang lainnya. Namun A. Hasan mengakui bahwa hajinya tidak sah karena sakit dan mengakibatkan ketinggalan salah satu rukun yaitu lontar jumrah. Selain itu meskipun A. Hasan adalah keturunan India namun ia sangat mencintai Indonesia, setiap hari selalu berpakaian sebagaimana budaya Indonesia yaitu memakai sarung dari kain palekat, jas putih tutup leher dan songkok hitam.

Satu dari sekian banyak keteladanan A. Hasan yang patut kita tiru adalah ketekunnya dalam menulis. Padahal untuk menulis di zaman itu harus bersusah payah untuk mendapatkan alat tulis atau mesin tik. Namun karena kegigihannya dalam mencintai dunia literasi dan semangatat untuk mengkader ulama mellaui tulisan-tulisan A.Hasan mampu mewariskan karya-karya istimewa sehingga karena karya-karyanyalah A. Hasan banyak dikenal oleh generasi-generasi sekarang. Berikut adalah karya-karya A. Hasan

Karya-Karya A. Hassan antara lain :

1.   Tafsir Al-Quran, Al-Furqan, 1956.
2.   Soal-Jawab tentang Berbagai Masalah Agama (4 jilid)
3.   Kitab Pengajaran Shalat
4.   Tarjamah Bulughul Maraam (selesai 17-8-1958)
5.   A.B.C. Politik
6.   Adakah Tuhan?
7.   Al-Burhan
8.   Al-Fara’id
9.   Al-Hidayah
10. Al-Hikam
11. Al-Iman
12. Al-Jawahir
13. Al-Manasik
14. Al-Mazhab
15. Al-Mukhtar
16. An-Nubuwwah
17. Apa Dia Islam?
18. Aqaid
19. At-Tauhid
20. Bacaan Sembahyang
21. Belajar Membaca Huruf Arab
22. Bibel lawan Bibel
23. Debat Kebangsaan
24. Debat Luar Biasa
25. Debat Riba
26. Debat Taklid
27. Debat Talqin
28. Dosa-dosa Yesus
29. First Step
30. Hafalan
31. Hai Cucuku
32. Hai Putriku
33. Halalkah Bermazhab?
34. Is Muhammad a Prophet?
35. Isa dan Agamanya,
36. Isa Disalib?
37. Isra’ Mi’raj,
38. Kamus Persamaan,
39. Kamus Rampaian,
40. Kesopanan Islam,
41. Kesopanan Tinggi,
42. Ketuhanan Yesus,
43. Kitab Riba,
44. Kitab Tajwid,
45. Matan Ajrumiyah,
46. Merebut Kekuasaan,
47. Muhammad Rasul,
48. Nahwu,
49. Pedoman Tahajji,
50. Pemerintahan Islam,
51. Pengajaran Shalat,
52. Pepatah,
53. Perempuan Islam,
54. Qaidah Ibtidaiyah,
55. Ringkasan Islam,
56. Risalah Ahmadiyah,
57. Risalah Hajji,
58. Risalah Jum’at,
59. Risalah Kudung,
60. Special Diction,
61. Surat Yasin,
62. Syair,
63. Talqien,
64. Tertawa,
65. Topeng Dajjal,
66. Wajibkah Zakat?
67. What is Islam.

Sebelumnya tulisan ini telah terbit pada Buku “Dari Literasi untuk Negeri” Penerbit Rumah Literasi Publishing, 2021 hal. 63.

2 thoughts on “Literasi Tuan Hassan: Sang Kyai Kader

  1. Dalam catatan kami, 67 itu yang terlacak. Sisanya masih banyak dan kebanyakan tersebar di Singapura. Belum lagi makhthuthah (catatan) yang merupakan bahan perdebatan A Hassan, sang kyai kader (Alhamdulillah, saya sendiri memiliki catatan itu). Kalau mau kita rekap, mungkin bisa jadi seratus lebih karena kebanyakan karya tersebut belum diterbitkan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *