Kontroversi Al-Zaytun dan Misteri NII

Pondok Pesantren Al-Zaytun sedang hangat menjadi tren pembicaraan publik hingga hari ini. Keganjilan demi keganjilan yang terjadi dengan pesantren pimpinan Panji Gumilang yang berada di Indramayu, Jawa Barat ini telah menyebabkan sebagian besar masyarakat Indonesia resah.

Keresahan masyarakat bermula setelah beredarnya unggahan di media sosial beberapa hari setelah perayaan Idul Fitri tahun ini. Dalam unggahan tersebut, nampak laki-laki dan perempuan berada di satu saf salat Id yang sama. Tak berhenti sampai di situ, keganjilan pesantren ini semakin terungkap setelah Panji Gumilang mengeluarkan statement tentang mazhab Sukarno, kemudian salam ala Yahudi, hingga yang teranyar yaitu pernyataan tentang Al-Quran bukan firman Allah Swt. melainkan pernyataan Nabi Muhammad Saw. yang disarikan dari wahyu ilahi. Dalam melihat fenomena ini, bagaimana tanggapan Pemuda Persis Sumedang?

Harapan Kami, Harapan Masyarakat

Sejak kejanggalan Al-Zaytun terekspos ke media sosial, desakan dari masyarakat untuk segera melakukan investigasi terhadap pesantren ini telah muncul sekali pun belum tidak terlalu santer seperti hari ini.  Seiring munculnya keanehan lain, dorongan itu  semakin kuat. Sebagai buntutnya, beberapa waktu lalu, sejumlah kelompok masyarakat Indramayu melakukan aksi unjuk rasa agar pesantren ini dapat secepatnya ditindak tegas oleh pemerintah.

Sebelum tulisan ini diterbitkan, kami bersyukur karena pihak-pihak berwenang di antaranya Pemerintah Provinsi Jawa Barat, MUI, dan Kemenag telah mencoba turun gunung untuk mendalami kasus ini. Demikian pula kami menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya kepada PWNU Jawa Barat dan Persis yang telah mempelajari dan menanggapi kasus ini terlebih dahulu.

Harapan kami senada dengan harapan masyarakat. Pertemuan Menkopolhukam bersama dengan Gubernur Jawa Barat pada Sabtu (24/6/2023) kami harap dapat memuaskan harapan masyarakat. Seperti yang dikabarkan dalam akun Instagram pribadi Gubernur Jawa Barat (@ridwankamil) pertemuan kemarin  menghasilkan tiga rekomendasi terhadap Al-Zaytun yaitu; (1) tindakan hukum pidana terhadap individu terkait oleh Bareskrim Polri, (2) tindakan hukum administrasi kepada institusi terkait dan tindakan mitigasi solutif kepada ribuan santri terkait oleh Kementerian Agama, (3) tindakan preventif menjaga kondusifitas sosial dan wilayah oleh Forkopimda Jawa Barat

Apabila rangkaian investigasi ini telah selesai dilakukan oleh pihak berwenang, khususnya oleh MUI, kami mendorong supaya Bakor-PAKEM lekas menetapkan ajaran yang dikembangkan di Al-Zaytun sebagai aliran sesat. Kami rasa tindakan tersebut penting sekali untuk diambil oleh karena bentuk-bentuk kesesatan Al-Zaytun ini telah nyata diketahui oleh masyarakat. Seandainya tindakan itu tidak diambil, kemungkinan besar massa yang akan bergerak sendiri menentukan kelanjutan nasib pesantren tersebut.

Misteri NII

Sejak beberapa tahun terakhir, isu tentang keterkaitan Al-Zaytun dengan Negara Islam Indonesia (NII) begitu santer terdengar di tengah masyarakat. Berdasarkan riset yang telah dilakukan oleh beberapa pihak, pesantren ini diduga kuat berafiliasi dengan eksponen NII yang mewarisi ide perjuangan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo.

Dilansir dari TV One News.com Pendiri NII Crisis Center, Ken Setiawan menyatakan bahwa cabang NII ini telah tersebar di sembilan wilayah dengan identitas komandemen masing-masing. Wilayah-wilayah tersebut antara lain ialah Priangan Utara (KW I), Jawa Tengah (KW II), Jawa Timur (KW III), Makassar (KW IV), Kalimantan (KW V), Aceh (KW VI), Priangan Selatan (KW VII), Lampung (KW VIII), Jakarta Raya (KW IX). Dalam hal ini, Al-Zaytun diduga masuk ke dalam wilayah Jakarta Raya (KW IX).

Sampai hari ini, keberadaan pasti pecahan eksponen neo-NII (seterusnya penulis akan tambahkan diksi “neo” mengingat sifat baru dari gerakannya) ini masih menjadi misteri karena mereka bergerak secara sembunyi-sembunyi. Meski begitu, melalui beberapa doktrin dan aksinya, terdapat beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai indikator untuk mengidentifikasi gerakan mereka.

Berdasarkan penuturan langsung beberapa eks-jamaah neo-NII dan kolega yang keluarganya terafiliasi dengan organisasi tersebut, jamaah neo-NII selalu merahasiakan identitas sosok pemimpin mereka dengan menggunakan dalih perumpamaan saf salat berjamaah. Menurut pemahaman mereka, sebagaimana analogi itu, jamaah yang paling terakhir masuk ke dalam saf salat berjamaah tidak akan dapat langsung mengetahui imamnya. Untuk dapat mengetahui imam mereka, jamaah neo-NII diharuskan menempuh serangkaian tahapan perjuangan, sehingga secara berjenjang mereka akan terus maju hingga saf paling depan.

Sebagai bentuk pembinaan pada para pengikutnya, guru-guru neo-NII membentuk kelompok halaqah atau liqa (mentoring) yang biasanya terdiri dari 5 sampai dengan 10 orang. Mereka diwajibkan mengikuti kegiatan semacam ini secara tatap muka dan rutin tiap pekan di sebuah rumah atau kafe. Dalam memberikan pemahaman kepada murid-muridnya, guru-guru neo-NII menjadikan sejarah perjuangan Nabi Muhammad Saw. dan tokoh-tokoh Islam di Indonesia sebagai core (inti) dari muatan materi pembinaan. Mereka menekankan materi ini untuk membangun ideologi dan wawasan keislaman yang kuat pada murid-muridnya.

Guru-guru neo-NII umumnya menghadirkan narasi yang isinya mengontekstualisasikan perjuangan nabi, para sahabatnya, juga tokoh-tokoh Islam di Indonesia pada masa lalu dengan kondisi aktual negara Indonesia hari ini. Babak-babak perjuangan yang dilewati nabi seperti dakwah sirriyah (sembunyi-sembunyi) dan jahriyyah (terbuka) mereka tiru sesuai dengan kondisi riil di lapangan. Kecenderungannya dalam menggunakan tafsir sejarah membuat kelompok ini menjadikan sejarah sebagai “hakim” segala perbuatan mereka. Dengan sajian narasi yang penuh romantisme perjuangan itu, tak sedikit anak muda yang tertarik dengan gerakan neo-NII.

Di samping itu, aksi lain yang jamak diketahui dari eksponen neo-NII saat ini ialah pencarian uang dengan modus kegiatan filantropi (zakat, infak, dan sedekah). Biasanya, jamaah neo-NII diberi tugas untuk mengumpulkan uang dari alasan tersebut. Selain itu, mereka juga diwajibkan untuk membayar iuran rutin yang umumnya ditunaikan setiap bulan. Begitu pula dengan pelaksanaan zakat fitrah, jamaah neo-NII ditekankan agar menunaikannya di lembaga amil mereka sendiri. Dalam praktiknya, mereka kerap kali merahasiakan rincian peruntukan uang yang telah mereka kumpulkan.

Di samping kontroversi ajarannya yang nyata, kami berharap dengan munculnya perhatian pemerintah pada kasus Al-Zaytun, agar dapat turut membongkar misteri jaringan eksponen neo-NII yang selama ini beredar di tengah masyarakat. Hal ini menjadi penting sekali, mengingat tak sedikit anak muda dan mahasiswa yang tanpa sadar, terseret pada gerakan ini.

Allahu ya’khudzu bi aidina ilaa ma fihi khairan lil Islam wal Muslimin!

Penulis :

Oleh: Naufal A.

Bidang Politik, Hukum, HAM, Keamanan, dan Analisis Kebijakan Publik PD. Pemuda Persis Sumedang

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *