Oleh: Dudi Safari
Pemuda Persis Paseh – Sumedang
Kawasan Eropa yang sebelumnya merupakan wilayah yang paling aman dari konflik bersenjata, sekarang berubah menjadi kawasan paling berdarah.
Perang Rusia vs Ukraina memasuki pekan ketiga, namun belum ada indikasi Ukraina untuk menyerah.
Korban jiwa akibat perang bersumber dari Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia mencatat per 13/03/20202 sebanyak 1.663 korban sipil di negara: 596 tewas dan 1.067 luka.
PBB percaya korban yang tidak tercatat jauh lebih banyak. Konflik Rusia vs Ukraina ini menuai banyak pro-kontra.
Menjadi sebab terbelahnya pengamat dunia, pengamat barat banyak berasumsi bahwa serangan yang dilancarkan oleh Rusia merupakan invasi terhadap kedaulatan Ukraina.
Negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa pun terbelah keberpihakannya yang kontra terhadap Rusia seperti, negara-negara Eropa barat dan Amerika mengutuk serangan Rusia ini dan melabelinya dengan invasi atau agresi militer. Termasuk Kemenlu RI ikut pula mengutuk serangan Rusia tersebut.
Namun Prof. Hikmahanto Juwana seorang Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum UI dan menjabat rektor UNJANI, berpendapat berbeda.
Dalam sebuah sesi webinar dia menyatakan dengan tegas, bahwa apa yang dilakukan oleh Rusia adalah sebuah strategi self defense atau politioning, di mana Rusia sebagai sebuah negara yang berdaulat tidak menginginkan adanya ancaman sekecil apa pun.
Jikapun ada harus secepatnya ancaman itu dimusnahkan terlebih dahulu sebelum dia menjadi besar dan benar-benar menjadi sebuah ancaman bagi Rusia.
Serangan itu dipicu keinginan Ukraina yang sebelumnya merupakan negara bagian Uni Soviet, mengajukan diri untuk ikut serta menjadi anggota pakta pertahanan atlantik utara NATO, jika hal itu terjadi maka ancaman bagi Rusia sudah di depan mata.
Senada dengan Prof. Hikmahanto yakni analis pertahanan, militer dan intelejen Connie Rahakundini Bakrie bahwa pemerintah Indonesia jangan terburu-buru ikut mengutuk serangan Rusia terhadap Ukraina tanpa menganalisa latar belakangnya, dan sudah saatnya Indonesia jangan selalu mengekor apa yang dikatakan Amerika dan negara barat lainnya, Indonesia memiliki hubungan kerjasama yang sangat baik dengan Rusia.
Rusia pun berdalih bahwa serangannya ke Ukraina bukanlah invasi melainkan pembelaan diri atau self defense terhadap warga Rusia yang ada di wilayah Donbass Ukraina Timur yang memerdekakan diri dari Ukraina kemudian di akui sepihak oleh Rusia yakni Donetsk dan Luhansk.
Maka pada tanggal 24 Februari 2021 Rusia memulai penyerangan dengan apa yang Putin sebut sebagai “Operasi militer khusus”.
Datangnya Petempur Asing
Sejumlah relawan asing berdatangan ke medan perang Ukraina. Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mengundang para relawan dunia untuk membentuk apa yang dia sebut “Legiun Internasional”.
Menteri luar negeri Ukraina Dmytro Kuleba mengklaim ada sekitar 20.000 suka relawan asing yang siap bertempur membela Ukraina, minggu (6/3/2022). Seperti dikutip kompas.com.
Pada Jumat (11/3/2022) Putin memimpin pertemuan Dewan Keamanan Nasional dan mendengarkan sejumlah informasi penting dari Menteri Pertahanan Rusia Sergey Shoigu.
Dia mengatakan hendaknya Rusia memberi lampu hijau bagi para relawan asing yang siap bertempur di sisi Rusia. Ada sekitar 16.000 lebih petempur yang siap berada dibarisan Rusia.
Para petempur asing itu kebanyakan berasal dari Timur Tengah terutama dari Suriah. Mereka telah berpengalaman dalam perang kota selama hampir 10 tahun memerangi ISIS.
Rusia mempersiapkan mereka untuk mengepung kota Kiev ibukota Ukraina.
Dalam perang kali ini, Chechnya ikut serta ambil bagian dengan menerjunkan 12.000 petempur.
Ramzan Kadirov sebagai teman dekat Putin merasa perlu membela dan mendukung keputusan Putin untuk menyerang Ukraina.
Kehadiran pasukan Cechnya di Ukraina ini membuat berang Batalion Azov, yakni ekstremis sayap kanan dan Neo Nazi unit garda nasional Ukraina berbasis di Mariupol di wilayah pesisir laut Azov.
Mereka bersumpah menjadikan Ukraina sebagai kuburan bagi tentara Chechnya.
Upaya yang paling ekstrem mereka lakukan adalah melumuri peluru dengan minyak babi, harapannya setiap peluru yang bersarang di tubuh pasukan Muslim Chechnya berarti bersarang juga keharaman dalam tubuhnya.
Akankah konflik kali ini menyulut perang dunia III seperti yang diprediksi banyak pengamat ataukah perang ini hanya perang lokal saja.
Itu semua tergantung dari kebijakan negara-negara Eropa Barat dan Amerika.
Walaupun sekjen NATO menyatakan bahwa ini bukan perang kami namun dampak sosial ekonomi lambat laun mendunia, negara-negara Uni Eropa dan Amerika telah memulainya dengan memberi sanksi terhadap Rusia. Dan Rusia pun telah menandai negara-negara yang kontra terhadapnya.
Saat perang berkecamuk di Ukraina, NATO dan sekutunya bersiap menggelar latihan militer gabungan yang menghimpun 30.000 personil, 200 pesawat, 50 kapal dari 27 negara anggota NATO.
Latihan bersandi “Cold Response 2022” ini di gelar di Norwegia negara perbatasan NATO paling utara.
Akankah pasukan NATO yang didukung barat dan Amerika juga sebagian negara Asia seperti Jepang terpancing dalam kondisi yang serba provokatif ini.
Jika ya, apakah ini akan memicu perang dunia III. Wallahu ‘alamu