Implementasi Moderasi Dalam Bidang Akidah Islam

Oleh: Dudung Abdul Rohman
(Wakil Ketua II PD Persis Sumedang)

Moderasi dalam pandangan Islam tercermin dalam segala aspek ajarannya. Apabila secara general ajaran Islam itu terbagi menjadi tiga dimensi, yaitu akidah, syari’ah, dan akhlak, maka moderasi  ini terimplementasikan ke dalam tiga dimensi tersebut. Inilah yang dimaksud dengan implementasi moderasi dalam segala aspek ajarannya – termasuk di dalamnya aspek moderasi (tawazun) antara oientasi dunia dan akhirat serta juga moderasi dalam pembinaan hukum Islam (al-tasyri’) . Berikut ini dijelaskan implementasi moderasi  dalam bidang akidah Islam.

Sebagaimana dimaklumi, bahwa akidah merupakan sistem keimanan hamba secara total terhadap wujud sang pencipta berikut perangkat ajaran yang diturunkannya. Hal ini merupakan sebuah dimensi esoterik (Akidah) yang memuat aturan paling dasar menyangkut sistem keimanan dan kepercayaan seseorang terhadap entitas Allah SWT sebagai pencipta alam semesta. Lebih dari itu, pemaknaan iman secara benar dan tulus dalam Islam dimaksudkan untuk dapat menstimulasi sisi spiritualisme keagamaan paling asasi dalam wujud penghambaan dan pengabdian secara total kepada Allah SWT.

Untuk itu harus kita ketahui bahwa Akidah berasal dari akar kata bahasa arab I’tiqad yang berarti keyakinan atau kepercayaan. Akidah, dengan begitu, mengandung perangkat keimanan dan keyakinan akan adanya Sang Pencipta jagad raya dengan kekuasaan mutlak yang dimilikinya. Akidah pun dapat didiversifikasikan dalam empat istilah yaitu Akidah ketuhanan, Akidah Kenabian, Akidah Kerohanian, dan Akidah Kegaiban.

Akidah yang dimaksud di sini, sebagaimana yang dijelaskan oleh Mahmud Syaltut (2012), adalah sesuatu yang menuntut keimanan yang tidak disertai keraguan dan kesamaran, yang pertama kali didakwakan oleh Rasulullah saw, dan merupakan materi dakwah setiap rasul. Kemoderasian akidah Islam merupakan sebuah realita yang diakui oleh banyak pihak.

Akidah Islam memiliki ajaran-ajaran yang moderat. Ciri-ciri yang tampak adalah bahwa akidah Islam serasi dengan fitrah dan akal, mudah dan terang, tidak ada unsur kerancuan dan paradoksal, abadi, dan tidak bertentangan dengan ilmu pengetahuan. Moderasi ajaran-ajarannya terlihat dalam pemaparan tentang pokok-pokok keimanan seperti ketuhanan, kenabian, malaikat, dan kitab suci. Pemaparannya berada di tengah-tengah anatara dua kutub ekstrim akidah Yahudi dan akidah Nasrani. Ini membuktikan dengan jelas bahwa akidah Islam adalah ajaran yang benar-benar bersumber dari Allah SWT.

Yusuf Qardhawi (1995) menjelaskan, bahwa implementasi moderasi  dalam pandangan Islam pada bidang akidah tercermin dalam hal-hal berikut:

Pertama, Islam adalah agama yang bukan dianut oleh kaum khurafat (yang berlebih-lebihan dalam keyakinan), dan bukan pula sebagaimana kaum maddiyyin (yang mengingkari sama sekali yang tidak terjangkau oleh indra). Tetapi Islam mengajak untuk beriman dan berkeyakinan jika yang diyakini itu memiliki dalil dan hujjah yang kuat. Jika selain itu dikategorikan khayalan belaka dan harus ditolak.

Kedua, Islam adalah agama yang bukan dianut oleh kaum atheis (tidak percaya adanya Tuhan), bukan pula oleh kaum politheis (percaya banyak Tuhan). Tetapi Islam mengajak berimana kepada Tuhan Yang Esa, yang tiada sekutu bagi-Nya, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, serta tiada satupun yang menandingi dan menyerupai-Nya.

Ketiga, Islam bukan agama yang dianut oleh orang yang menyebut dirinya sebagai al-wujudul haq (eksis adanya), bukan pula yang dianut oleh orang yang menganggap alam ini sebagai khayal dan fatamorgana. Tetapi Islam meyakini, bahwa keberadaan alam raya ini adalah sebuah hakikat yang tidak dapat dipungkiri, dan hakikat ini mengarah pada sebuah hakikat yang lebih besar, yaitu Pencipta, Pengatur, dan Pemelihara alam raya ini yang tiada lain adalah Allah SWT.

Keempat, Islam adalah agama yang bukan dianut oleh kaum yang menuhankan manusia, dan bukan pula kaum yang menempatkan manusia sebagai budak. Tetapi Islam memandang manusia sebagai makhluk mukallaf (yang bertanggung jawab) dan hamba Allah yang mampu mengubah apa yang ada di sekelilingnya dengan kadar kemampuannya untuk bisa beradaptasi.

Kelima, Islam adalah agama yang bukan dianut oleh orang yang mengkultuskan para nabi, dan bukan pula yang mendustakan mereka. Tetapi Islam memandang bahwa para nabi adalah manusia biasa yang diberi wahyu dan menguatkan mereka dengan mukjizat.

Keenam, Islam adalah agama yang bukan dianut oleh orang yang menuhankan akal, dan bukan pula yang hanya percaya pada ilham serta wahyu. Tetapi Islam mengakui kemampuan akal sehingga mengajaknya untuk senantiasa berpikir, dan Islam pun percaya pada wahyu sebagai penyempurna akal dan menolongnya dari kesesatan.

Inilah di antaranya implementasi nilai moderasi dalam pandangan Islam pada aspek akidah (keyakinan dan keimanan) yang selama ini kita pegang teguh dan menjadi landasan dalam beragama.

Wallahu A’lam Bish-Shawaab.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *