Oleh: T. Rosyadi
Fitrah manusia bertuhan pada Tuhan yang Benar dibuktikan al-Qur’an dengan kekhusyuan doa orang yang terancam jiwanya sebagaimana Firman-Nya dalam surat al-Ankabut ayat 65:
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
فَاِ ذَا رَكِبُوْا فِى الْفُلْكِ دَعَوُا اللّٰهَ مُخْلِصِيْنَ لَـهُ الدِّيْنَ ۚ فَلَمَّا نَجّٰٮهُمْ اِلَى الْبَـرِّ اِذَا هُمْ يُشْرِكُوْنَ
“Maka apabila mereka naik kapal, mereka berdoa kepada Allah dengan penuh rasa pengabdian (ikhlas) kepada-Nya, tetapi ketika Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, malah mereka (kembali) menyekutukan (Allah),” (QS. Al-‘Ankabut 29: Ayat 65).
Pada ayat ini Allah swt mencontohkannya dengan kebiasaan Quraisy jahiliah. Ketika ia merasakan tidak ada lagi yang kuasa menolongnya ia berdoa kepada Allah swt secara murni tanpa dicampurkan dengan hubal, latta, uzza dan berhala lain. Namun setelah kembali ke Mekkah dengan selamat, ia kembali memberikan sesajen dan meminta manfaat pada berhalanya.
Secara pribadi saya meyakini, peristiwa seseorang disudutkan oleh Allah swt pada situasi itu, pasti pernah atau akan dialami semua manusia.
Jika ini benar, maka setiap orang pasti pernah “berhadap-hadapan” dengan Allah swt secara pribadi. Pada saat itu hatinya tak bisa berbohong dan mengelak bahwa Allah lah satu satu Tuhan yang Benar.
Seharusnya bukti nyata itu menjadi pelajaran penting dalam hidupnya, sehingga ia bisa istiqamah dengan iqrar suci “Engkaulah Tuhanku” saat itu, untuk terus begitu sepanjang hidupnya.(Fushilat 30, al-Ahqaf 13)
Namun dalam kenyataan, manusia sering abai dan cepat lupa dengan ‘sesuatu’ yang penting dalam hidup, kesenangan lahir dan segera dianggap paling berharga. Ia tutupi (kufur) Kebenaran yang telah hatinya temukan, syetan teguhkan dengan menginterupsi suara fitri hati dengan sejuta angan angan dan impian (Muhammad 25).
Allah yang Maha Rahman, dengan penuh kasih sayang menegurnya kembali untuk kedua dan ketiga kali, namun setiap kali sadar ia kembali terlelap, sehingga kekufurannya berakar berkarat sampai tiba sakarat (Ali Imran 90, al-Nisa 137)
Na’dzubillah, Allahumma la taj’alna minhum.
Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَاِ ذَا سَمِعُوْا مَاۤ اُنْزِلَ اِلَى الرَّسُوْلِ تَرٰۤى اَعْيُنَهُمْ تَفِيْضُ مِنَ الدَّمْعِ مِمَّا عَرَفُوْا مِنَ الْحَـقِّ ۚ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَاۤ اٰمَنَّا فَا كْتُبْنَا مَعَ الشّٰهِدِيْنَ
وَمَا لَـنَا لَا نُؤْمِنُ بِا للّٰهِ وَمَا جَآءَنَا مِنَ الْحَـقِّ ۙ وَنَطْمَعُ اَنْ يُّدْخِلَـنَا رَبُّنَا مَعَ الْقَوْمِ الصّٰلِحِيْنَ
فَاَ ثَا بَهُمُ اللّٰهُ بِمَا قَا لُوْا جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَ نْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا ۗ وَذٰلِكَ جَزَآءُ الْمُحْسِنِيْنَ
“Dan apabila mereka mendengarkan apa (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu lihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri), seraya berkata, “Ya Tuhan, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur’an dan kenabian Muhammad).”
“Dan mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke dalam golongan orang-orang saleh?”
“Maka Allah memberi pahala kepada mereka atas perkataan yang telah mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. Al-Ma’idah 5: Ayat 83 – 85)
Tulisan ini pernah diunggah di Facebook pada 4 Desember 2021, selengkapnya dapat kunjungi https://mobile.facebook.com/story.php?story_fbid=130385219419944&id=100073454007325&_rdc=1&_rdr