Oleh: T. Rosyadi
Dalam sebuah pengajian, ada ustad bertanya, “ada berapa rukun Islam bagi orang miskin?”, jama’ah ada yang menjawab lima, ada juga yang menjawab tiga. Pertanyaan ini bukan mau sok-sok an ‘bongkar turats’ atau keren-kerenan ‘dekonstruksi syariat’ – na’udzu billah -. Pertanyaan ini sengaja memancing kita untuk melihat ‘masalah’ rukun – sebagai sesuatu yang wajib ada dan ketiadaannya menyebabkan bathalnya sesuatu itu – yang tak kunjung terlaksana; zakat dan haji.
Apakah orang Islam yang sepanjang hidupnya di dunia tidak pernah menunaikan zakat dan haji telah meninggalkan rukun Islam? “Ustad! kan zakat dan haji itu ibadah harta yang syaratnya kemampuan dalam harta itu, jadi orang tak mampu “terbebas” dari kewajiban?”. “Benar! Memang demikianlah syariat Islam, lentur dalam beragam keadaan”, namun, coba bandingkan dengan kewajiban shalat fardhu yang tetap harus dilaksanakan meski kemampuan badan sangat minimal sekalipun. Rukhshah (keringanan hukum syariat) shalat fardhu hanya berupa pengunduran waktu dan pengurangan jumlah, tidak menjadikan shalatnya benar-benar boleh ditinggalkan. Lalu, kalau syaratnya memastikan tidak bisa dilaksanakan oleh sebagian orang, kenapa menjadi rukun? Jawaban inilah yang diinginkan dari pertanyaan awal pak ustad tadi. Ringkasnya, beliau ingin menyampaikan dua hal; (1) tentang hikmah zakat dan haji sebagai rukun Islam; (2) tentang apa yang harus dilakukan orang Islam yang rizkinya terbatas.
Kemudian pak ustad membahas terlebih dulu hikmah dalam masalah nomor (2). Beliau mengawalinya dengan mengutip hadis:
عَنْ جابِرِ بْنِ عَبْدِاللَّهِ الأَنْصَارِيِّ رضِيَ اللهُ عنْهُ قَالَ: كُنَّا مَع النَّبِيِّ ﷺ في غَزَاة فَقَالَ: إِنَّ بِالْمَدِينَةِ لَرِجَالاً مَا سِرْتُمْ مَسِيراً، وَلاَ قَطَعْتُمْ وَادِياً إِلاَّ شَركُوكُمْ في الأَجْر حَبَسَهُمُ الْمَرَضُ رَواهُ مُسْلِمٌ.
“Dari Jabi bin Abdullah ra. ia berkata: kami bersama Nabi saw. dalam satu peperangan (di luar kota), lalu beliau saw. bersabda: “Sungguh di Madinah ada Beberapa orang (shahabat yang), tidaklah kalian berjalan atau melewati lembah, kecuali mereka bersyerikat pahala dengan kalian, (karena) sakit telah menghalangi mereka (untuk ikut berperang).” HR. Muslim.
Dalam hadis tersebut tersurat petunjuk tentang persyarikatan pahala ( ajr ) antara pelaksana kebajikan dengan orang-orang yang tak mampu melaksanakan kewajiban tersebut disebabkan udzur syar’i, syarat terjadinya persyarikatan pahala tersebut adalah adanya kesamaan niat dan kemauan ( will ).
Al-Hafidz Ibn Hajar al-Ashqalany, ketika men syarah i hadis pertama Imam Bukhari tentang niat, dalam Shahih nya, membedakan antara al-qashd (bermaksud) dengan al-‘azm(niat) dimana yang kedua adalah kelanjutan yang pertama dengan perbedaan pembuktian awal usaha (Fath al-Bari, juz I: hal lupa lagi gak sempet cek 🤦♂️).
Kesimpulannya adalah seseorang yang tidak atau belum mampu menunaikan kewajiban, karena syarat kewajiban itu tidak atau belum terpenuhi, tetap mendapat pahala kewajiban itu (dianggap telah melaksanakannya) bila ia berniat (telah ber ‘azm) untuk melaksanakan kewajiban tersebut.
Jadi orang miskin yang tidak atau belum mampu menunaikan zakat karena hartanya tidak atau belum mencapai nishab bisa dianggap telah menunaikan zakat oleh Syari dengan syarat ia berniat untuk itu dengan ber ‘azm melalui usaha awal seperti terbiasa shadaqah sunnah atau berinfaq semampunya serta tidak bakhil. wallahu a’lam
Demikian juga dengan haji, seseorang yang telah berniat pergi ke tanah suci Mekkah dengan berusaha menabungkan hartanya untuk itu, in syaa Allah telah mendapat pahala haji, walaupun ia belum sempat menunaikannya.
Dengan demikian, rukun Islam bagi muslimin yang miskin tetap ada lima, dan tetap wajib berusaha untuk itu, adapun tercapai atau tidak itu taqdir Allah al-‘Adil al-‘Aziz al-Hakim.
Adapun pembahasan pak ustad tentang hikmah nomor (1), beliau menyenjelaskan pentingnya zakat dalam kemaslahatan harta kaum muslimin, bahkan umat manusia secara keseluruhan. Shadaqah wajib dan sunnah merupakan pokok utama sistem ekonomi Islam dalam melawan Riba dan mengentaskan kemiskinan serta menegakkan sabilillah di alam semesta.
Sedangkan Haji merupakan lambang persaudaraan kaum muslimin seluruh dunia dalam ikatan Iman yang mendasari kesatuan gerak amr ma’ruf dan nahy munkar. wallahu a’lam
Warungkawat 14 Maret 2022/ 11 Sya’ban 1443
NB: bila dirasakan ada ketidaksesuaian antara judul dengan isi tulisan, silahkan ditakwikan sendiri ☺️
Neunggar eung