Al Itsar bermakna mendahulukan orang lain. Ini berarti mengakhirkan diri sendiri. Dalam bahasa dan budaya Melayu ada ungkapan “mendahulukan kepentingan umum”. Ungkapan ini semakna tegak-lurus dengan makna itsar di atas.
Itsar dalam ibadah muamalah yang horizontal, habl min al nas, sifatnya dianjurkan dalam Ajaran Islam sebagaimana pujian Allah kepada kaum Anshar Madinah dalam surah al Hasyr ayat 9, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَا لَّذِيْنَ تَبَوَّؤُ الدَّا رَ وَا لْاِ يْمَا نَ مِنْ قَبْلِهِمْ يُحِبُّوْنَ مَنْ هَا جَرَ اِلَيْهِمْ وَلَا يَجِدُوْنَ فِيْ صُدُوْرِهِمْ حَا جَةً مِّمَّاۤ اُوْتُوْا وَيُـؤْثِرُوْنَ عَلٰۤى اَنْفُسِهِمْ وَلَوْ كَا نَ بِهِمْ خَصَا صَةٌ ۗ وَمَنْ يُّوْقَ شُحَّ نَـفْسِهٖ فَاُ ولٰٓئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Dan orang-orang (Ansar) yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah ke tempat mereka. Dan mereka tidak menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka itsar (mengutamakan Muhajirin) atas dirinya sendiri, meskipun mereka juga memerlukan. Dan siapa yang dijaga dirinya dari kekikiran, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr 59: Ayat 9)
Namun demikian itsar dalam ibadah vertikal, habl min Allah, itu dilarang. Kita diperintah berlomba dalam kebaikan dalam arti mendahulukan diri sendiri dari pada orang lain dalam keikhlasan, ketulusan, pengabdian, pengorbanan mencari ridha Allah, bukan berlomba dalam mengumpulkan hiasan dunia.
Dari Irsyad Qur’an inilah, para ulama membuat kerangka acuan umum (qaidah) terkait itsar ini. Imam Syuyuti rahimahullah merumuskannya dalam bentuk pernyataan:
الْإِيثَارُ فِي الْقُرْبِ مَكْرُوهٌ وَفِي غَيْرِهَا مَحْبُوبٌ (الأشباه للسيوطي ص 116)
“Itsar pada prilaku qurbah (mendekatkan diri pada Allah) itu makruh (dibenci), sedang pada selain itu mahbub (dianjurkan)” (isybah wa nadzair).
Wallahu a’lam
Mariuk, 15 Agustus 2023
Penulis:
Teten Rosyadi